Sistem Interface Input/Output
Sistem
Interface Input/Output antara
Sistem Digital dan Sistem Analog
Penggunaan komputer saat ini tidak lagi
terbatas pada pengolahan dan manipulasi data saja tetapi sudah digunakan untuk
mengkontrol berbagai peralatan seperti penghitung pulsa telepon,
menyalakan/mematikan lampu secara otomatis, dan lain sebagainya. Dengan
penggunaan komputer seperti yang telah disebutkan di atas maka seolah-olah
komputer berperan sebagai manusia yang dapat diprogram untuk menjalankan apa
yang dikehendaki oleh programmernya.
Antara sistem digital (sebagai pengontrol) dan sistem analog
(sebagaiperalatan yang dikontrol) harus terdapat suatu jembatan yang
menghubungkan kedua sistem tersebut. Jembatan ini selanjutnya disebut
sistem interface IO.
Jadi untuk sistem kontrol secara digital ini selalu terdiri dari
3 bagian yaitu : sistem digital, sistem interface IO dan sistem analog. Sistem
digital merupakan sistem yang menjadi otak dari sistem secara keseluruhan. Sistem
digital ini membaca kondisi dari sistem analog melalui sistem interface IO
dan mengkontrol sistem analog melalui sistem interface IO.
Sistem kontrol secara digital ini menggantikan sistem kontrol
manual yang menggunakan switch mekanik dan diatur secara manual pula. Selain
itu dengan sistem kontrol secara digital ini, kondisi sistem analaog yang
dikontrol dapat pula dimonitor keadaannya. Sistem analog merupakan bagian dari
peralatan analog yang aktivitasnya dikontrol oleh sistem digitalnya melalui
sistem interface IO. Sistem analog dapat berupa lampu bolam 220 volt,
motor AC, bahkan sampai ke peralatan industri yang menggunakan arus besar.
Disini terlihat bahwa sistem interface IO sangat penting
peranannya yaitu untuk menginterfacekan sistem digital yang hanya mengenal
kondisi ‘H’, yang ekuivalen dengan tegangan 4.5 volt sampai 5 volt dan kondisi
‘L’ yang setara dengan tegangan dibawah 1.2 volt dengan sistem analog dengan tegangan
220 VAC dengan konsumsi arus yang paling tidak 1A ke atas.
Dari kondisi seperti di atas maka perlulah bagian digital dan
bagian analog ini dilewatkan sistem interface yang secara elektronik terisolasi
antar bagiannya. Teknik interface IO disini ada beberapa teknik dan tiap
teknik tersebut mempunyai keistimewaan pada aplikasi tertentu.
Contoh Aplikasi
Dengan menggunakan sebuah PC diharapkan dapat mengkontrol 10
buah titik lampu yang menyala/mati pada jam-jam tertentu. Melalui sebuah
PPI card (dengan menggunakan chip PPI 8255) dapat dikontrol 24 buah
beban.Output PPI adalah TTL level sedangkan untuk lampu yang digunakan adalah
lampu TL biasa. Untuk menginterfacekan antara PPI (sistem digital) dengan
lampu (sistem analog) digunakan relay 5volt.
Contoh aplikasi ini adalah salah satu contoh penggunaan relay
sebagai interafce antara sistem digital dan sistem analog.
Sistem Interface I/O
Sistem interface I/O yang paling baik adalah sistem interface
dimana sistem digital dan sistem analognya terisolasi, terpisah. Biasanya
digunakan relay atau optocoupler. Penggunaan relay lebih mudah namun lebih
sering menimbulkan masalah karena relay dapat menghasilkan noise pada sistem
digital pada saat relay berubahan keadaan. Selain itu penggunaan relay
membutuhkan daya yang lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan
optoisolator.
Sistem interface yang baik pada umumnya menggunakan optoisolator
atau yang lebih dikenal dengan optocoupler sepert 4N31 atau 4N35. Dengan
menggunakan optocoupler arus yang digunakan lebih sedikit paling tidak 10 mA
-15 mA
Gambar 1
Blok Diagram
Penggunaan optocoupler seperti 4N35 lebih disukai daripada
penggunaan relay secara langsung.
Optoisolator
Optoisolator merupakan komponen yang digunakan sebagai komponen
kontrol I/O untuk peralatan yang beroperasi dengan tegangan DC atau AC. Sebuah
optocoupler terdiri dari GaAs LED dan phottransistor NPN yang terbuat dari
silicon. Untuk rangkaian penggunaan optoisolator dapat dilihat pada gambar
3a dan 3b.
Pada gambar 3a. optoisolator mendapat input TTL berbentuk sinyal
kotak sehingga outputnya juga berupa sinyal kotak namun level tegangan berubah
menjadi 0-+24 volt.
Gambar 2
Optoisolator
Gambar 3
Penggunaan Optoisolator
Pada gambar 3b optoisolator digunakan pada input yang
termodulasi dengan tegangan Vin terisolasi dengan Vout modulasi yang
tegangan puncaknya +12V.
Faktor yang paling penting pada interface I/O terutama untuk
beban yang menggunakan tegangan AC maka isolasi merupakan hal yang paing
penting dan harus diperhatikan dalam disain. Sistem digital menggunakan
level tegangan +5volt sedangkan beban menggunakan tegangan 220VAC.Perbedaan
tegangan ini sudah cukup untuk menyebabkan sistem kontrol digital, PC misalnya,
untuk rusak jika port pada komputer ini menerima tegangan imbas dari beban
220VAC.
Gambar 4
Aplikasi Optoisolator
Dengan skematik pada gambar 4, optoisolator mendapatkan tegangan
115VAC namun arusnya dilewat hanya 8mA dan arus sebesar ini sudah cukup untuk
membuat phototransistor aktif dan logika yang diterima inverter menjadi ‘low’. Dengan
rangkaian ini kita mendapatkan pulsa periodik dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi tegangan PLN 50/60Hz tetapi berbentuk pulsa kotak. Dengan adanya
pulsa pada Pulse Out maka dapat dipastikan bahwa masih ada tegangan pada
jaringan PLN sedangkan jika sudah tidak terdapat pulsa lagi maka dapat
dipastikan tegangan jaringan PLN adalah 0 VAC.
Kerugian atau keburukan dari optocoupler adalah pada kecepatan
switchingnya. Hal ini disebabkan karena efek dari area yang sensistif
terhadap cahaya dan timbulnya efek kapasitansi pada ‘junction’-nya. Jika
diperlukan kecepatan switching yang cukup tinggi maka optoisolator harus
dikonfigurasikan sehingga yang digunakan adalah sebagai photodiode-nya seperti
tampak pada gambar 5.
Gambar 5
Diode-Diode Optocoupler
Cara lain untuk melakukan isolasi antara rangkaian tegangan
tinggi dengan rangkaian tegangan rendah adalah menggunakan relay. Kelemahan
dari relay adalah harga sebuah relay dengan kapasitas arus yang besar cukup
mahal, ukuran dimensi relay besar sehingga PCB yang digunakan semakin besar
pula, menimbulkan sinyal noise, dan responnya lambat. Sedangkan dengan
menggunakan optocoupler, ukurannya kecil sehingga ukuran PCBnya menjadi lebih
kecil dan pada akhirnya perlatan tersebut menjadi kecil pula, kecepatan
responnya lebih cepat.
Penggunaan Solid State Relay (SSR)
Pada pembahasan di atas, relay tetap dapat digunakan namun untuk
saat ini lebih disukai penggunaan solid state relay karena ada dua pertimbangan
yaitu efek noise yang ditimbulkan tidak terlalu besar dan harga solid state
relay relatif lebih murah dari pada sebuah relay dengan kualitas yang sama.
Gambar 6
Rangkaian Ekuivalen Solid State Relay
Ada satu faktor lagi yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan
beban yang menggunakan tegangan AC. Yaitu pada masalah waktu
aktivasinya.Karena tegangan untuk AC selalu berubah-ubah maka aktivasi pada
solid state relay harus dilakukan pada saat tegangan AC pada saat mendekati nol
volt. Tujuannya adalah untuk memperpanjang umur solid state itu
sendiri karena jika aktivasi SSR ini pada saat tegangan AC nya berada pada
tegangan 220VAC misalnya, maka akan timbul ‘surge current’
yang dapat menimbulkan arus yang sangat besar dan pada akhirnya menyebabkan
solid state relay tersebut rusak.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka untuk penggunaaan
solid state relay harus pula diserta dengan rangkaian zero crossing detector. Rangkaian
zero crossing detector ini akan mendeteksi kapan tegangan VAC ini pada nilai
nol volt. Dengan adanya pemberitahuan keadaan ini maka kapan aktivasi
solid state relay dapat ditentukan dan solid state relay dapat bekerja
dengan baik.
Gambar 7
Rangkaian Zero Crossing (Isolated)
Pada gambar 7 merupakan rangkaian zero crossing detector yang menggunakan sistem yang terisolasi dengan menggunakan transformer step down. Teknik ini paling aman digunakan namun biaya pembuatannya relatif lebih mahal karena masih menggunakan transformer.
Dengan adanya rangkaian sistem interface antara tegangan tinggi
dan tegangan rendah maka diharapkan tidak terjadi rusaknya port mikrokontroller
atau PC karena mendapat imbas tegangan tinggi dari aplikasi seperti motor AC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar